Skandal Pagar Laut Tangerang dan Kelangkaan Gas 3 Kg: Pengalihan Isu atau Kenyataan?
RAKYAT


Kasus pagar laut milik Aguan mulai terendus publik Indonesia sekitar awal Februari 2025. Pada tanggal 4 Februari 2025, beberapa media mulai melaporkan kontroversi terkait pagar laut yang membentang di area reklamasi seluas 2,5 hektare di pesisir utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Nama Sugianto Kusuma alias Aguan semakin sering terdengar dalam pemberitaan terkait kasus ini.
Kasus pagar laut ini menarik perhatian masyarakat Indonesia, yang merasa dirugikan dan seolah dijajah oleh pihak yang bisa memagari laut milik negara yang seharusnya bisa digunakan secara bebas oleh masyarakat. Kontroversi ini semakin hangat diperbincangkan oleh khalayak umum, bahkan hingga pelosok-pelosok desa.
Namun, tak lama setelah itu, masyarakat dikejutkan dengan masalah baru: Sulitnya Mendapatkan Gas LPG 3 Kg. Pemerintah berpendapat bahwa perubahan aturan distribusi gas LPG 3 kg disebabkan oleh tindak kecurangan di beberapa keluarga yang memiliki lebih dari satu tabung gas, padahal seharusnya hanya satu tabung saja.
Terlepas dari polemik gas LPG 3 kg, penulis berpendapat bahwa masalah tabung gas ini merupakan “Pengalihan Isu” semata, supaya fokus masyarakat tidak hanya tertuju pada kasus Pagar Laut yang diduga mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah.
Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir dan laut adalah milik negara dan dikelola untuk kepentingan umum. Penggunaan wilayah pesisir dan laut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak boleh merugikan kepentingan umum atau lingkungan.
Ini merupakan suatu konspirasi besar yang sangat disayangkan bisa terjadi. Jika memang benar, apakah layak melindungi satu eksistensi di Negara Indonesia dengan mengorbankan kenyamanan seluruh masyarakat Indonesia?